Bab 48
Bab 48
Bab 48
Hari kedua.
Samara dibangunkan oleh suara gedoran di pintu ‘tok tok”.
“Siapa?”
“Samara, ini saya dan adik Olivia .” terdengar suara Oliver dari arah pintu: “Apakah kamu sudah bangun? Apakah kami sudah boleh masuk?”
“Boleh!
Bocah yang berada di luar menggerakkan pegangan pintu, ketika mau mendorong pintunya dan masuk, tiba tiba Samara teringat topeng wajah yang diletakkan di dalam kamar mandi, dengan tergesa gesa dia mengambil topeng wajahnya dari wastafel dan memakainya.
Samara yang baru keluar dari kamar mandi, langsung berpapasan dengan kedua bocah itu.
“Samara, selamat pagi.” Oliver mengangkat wajah bulatnya, tampak tidak bersemangat.
Olivia bahkan mengembangkan secarik keitas gambar, diatasnya ada tulisan ‘Selamat pagi’ yang menggunakan crayon, di sampingnya masih ada kelopak bunga yang berwarna merah jambu.
Kedua anak ini…..
Oliver bocah galak berbau susu, karakter Tuan Muda yang sebenarnya.
Olivia cerdik lembut dan lincah, sangat imui dan disukai orang.
Walaupun semalam Samara sudah menolak ide mereka untuk tinggal bersama, tetapi melihat kedua orang anak ini, dia tidak dapat menahan diri untuk mendekati mereka.
-Oliver, Olivia, kalian juga selamat pagi.”
Samara mendekat dan membelai belai kepala mereka, tetapi habis membelai dia baru menyadari tindakannya terlalu alami.
Dulu dia pernah kehilangan sepasang anak kembar, sekarang seperti berada di hadapannya,
Lebih kurang rasa sakitnya seperti itu terlalu sakit tik tertahankan
Sehingga dia baru merasa ingin baik baik menyayangi Oliver dan Olivia, untuk melampiaskan rasa penyesalannya kehilangan mereka
Samara membawa Oliver dan Olivia bersamanya ke ruang makan untuk sarapan, tidak dapat dihindari bertemu dengan Asta.
Samara duduk secara alami dan tenang, tersenyum kepada Asta dan menyapa: “Tuan Asta, selamat pagi.”
Semalam——-
Tidak peduli tindakan Asta adalah demi kepentingan anak anak, ataukah memang ingin menjalin hubungan cinta dengannya.
Apa yang perlu dikatakan sudah dia sampaikan
Dia percaya Asta boleh mengabaikan dia jelek, tetapi tidak percaya dia tidak keberatan dirinya punya riwayat melahirkan, bahkan dua orang anak.
Asta minum seteguk kopi, pandangan matanya yang tajam dan dalam mengarah pada Samara, dengan pelan menjawab.
“Iya.” This content © Nôv/elDr(a)m/a.Org.
Menjumpai perlakuan Asta terhadapnya yang hambar, dalam hati Samara justru merasa lega.
Setelah lewat lima tahun dia kembali, dengan sepenuh hati hanya ingin membalas dendam pada keluarga Wijaya, sama sekali tidak ingin terlibat dalam skandal cinta.
Ketika keempat orang itu sarapan sampai separuh, Pak Michæl menerima telepon, dan datang melapor.
“Tuan muda Asta, barusan Nona Samantha menelepon, dia bilang hari ini sutradara memberinya libur setengah hari, dalam setengah jam dia akan sampai disini.”
Begitu kata katanya selesai ——-
Samara yang sedang memotong kue bolu untuk Olivia, tangannya sedikit menggunakan tenaga, telah memecahkan piring keramik.
Di tengah piring keramik membekas sebuah celah, dan terbagi menjadi dua.
Karena reaksi membal, pinggiran keramik yang tajam itu secara tidak hati hati menggores pulዳይunሄ ወይ” S ara .
Seketika, tetesan darah segar berwarna merah mengalir keluar dari luka, menetes ke bawah.
Karena kejadiannya terlalu tiba tiba, pandangan mata Samara juga terlihat bimbang.
Dia tidak merasakan luka di tangannya itu sakin, hanya merasakan apakah reaksinya yang menyedihkan terlalu tidak normal?
“Saya…..” Samara menggigit bibirnya, memaksa untuk tertawa: “Tadi tangan saya tergelincir……”
kedua bocah itu juga terbengong oleh darah yang mengalir dari punggung tangan Samara, seketika tidak sadar untuk bereaksi.
Asta langsung memegang tangannya yang terluka, dan berteriak memanggil pegurus rumah tangga: “Cepat, bawa kemari kotak obat.”
Pak Michæl segera tersadar, dengan cepat mencari kotak P3K.
Asta dengan dingin melirik Samara, suaranya terdengar sangat dingin: “Mengapa begitu tidak hati hati.”
“Lukanya tidak begitu sakit.”
“Samara, mau seberapa sakit baru disebut sakit?” Dalam mata tajam Asta terbersit kelembutan: “Sampai saya juga merasa sakit apakah tidak cukup?”
Kata kata ini berhasil menyebabkan hati Samara melonjak, matanya yang bulat dengan terkejut menatap pria di depannya ini.
Kata kata ini……
Mengapa begitu gampang membuat orang menjadi ambigu? Apakah dia merasa sayang kepadanya sehingga hatinya sakit melihatnya terluka?
Mungkinkah itu?
Dia sudah bertampang begitu menyedihkan, masih ada dua orang anak, mengapa dia masih begitu perhatian kepadanya?
Pak Michal datang membawa kotak obat, menyerahkan kain kassa yang lebar kepada Asta.
Asta menerima kain kassanya lalu menekan diatas luka Samara, matanya yang tajam menatap terus kepadanya.
“Apakah sakit?”
“Kalau sakit boleh berteriak, menangis juga tidak masalah.”
Sakit?
Sebenarnya Samara tidak begitu sensitif terhadap sakit.
Sejak kecil di desa sudah terbiasa liar. karena tidak memiliki avah. sejak kecil selalu dimarahi
orang sebagai bibit wanita jalang, dan selalu dipukul.
Mungkin saja waktu kecil dia juga takut sakit, karena sering dipukul sehingga lama lama tidak begitu takut sakit lagi.
Waktu kecil masih ada ibunya yang merasa kasihan dia digertak orang, tetapi sejak ibunya meninggal dunia, tidak ada lagi orang yang benar benar sayang dan kasihan kepadanya.
Dan sekarang……
Pria ini memperlihatkan rasa sayang terhadapnya dan ingin melindunginya.
Samara hampir tersesat dalam suasana ini, tetapi begitu mengingat hubungan antara Samantha dan Asta, mata bulatnya langsung berubah menjadi dingin kembali.
“Tuan Asta, saya tidak seperti bayanganmu yang begitu rapuh.”